Rabu, 05 Mei 2010

KONSEP STRES

STRES
Pendahuluan
Dalam dunia kerja, sering timbul (muncul) berbagai masalah sehubungan dengan stres dan kondisi-kondisi yang dapat memicu terjadinya stres. Baik disadari maupun tidak, pekerjaan seseorang menimbulkan stres pada dirinya. Hal ini pasti akan tampak dalam kurun waktu yang panjang, karena memang manusia setiap harinya berkecimpung di tempat kerjanya lebih dari sepertiga kali waktunya.
Dampak stress
Stres kerja sering menimbulkan masalah bagi tenaga kerja, baik pada kelompok eksekutif (white collar workers) maupun kelompok pekerja biasa (blue collar workers). Stres kerja dapat mengganggu kesehatan tenaga kerja, baik fisik maupun emosional. Hal itu juga didukung oleh Sullivan dan Bhagat (1992) dalam studi mereka mengenai stres kerja (yang diukur dengan role ambiguity, role conflict, dan role overload) dan kinerja, pada umumnya ditemukan bahwa stres kerja berhubungan secara negatif dengan kinerja.
Stres mempunyai posisi yang penting dalam kaitannya dengan produktivitas sumberdaya manusia, dana dan materi. Selain dipengaruhi oleh faktor-faktor yang ada dalam diri individu, stres juga dipengaruhi oleh faktor-faktor dari organisasi dan lingkungan. Hal ini perlu disadari dan dipahami. Pemahaman akan sumber-sumber dan penyebab stres di lingkungan pekerjaan disertai pemahaman terhadap penanggulangannya adalah penting baik bagi para karyawan maupun para eksekutif untuk kelangsungan organisasi yang sehat dan efektif.
Tenaga kerja merupakan salah satu aset perusahaan yang paling utama, oleh karena itu perlu dibina secara baik. Stres pada karyawan sebagai salah satu akibat dari bekerja perlu dikondisikan pada posisi yang tepat agar kinerja mereka juga pada posisi yang diharapkan.
Jenis-jenis Stres
Quick dan Quick (1984) mengkategorikan jenis stres menjadi dua, yaitu:
• Eustress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan juga organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi.
• Distress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan juga organisasi seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran (absenteeism) yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan, dan kematian.


Pengertian Stres Kerja
Definisi stres kerja dapat dinyatakan sebagai berikut :“Work stress is an individual’s response to work related environmental stressors. Stress as the reaction of organism, which can be physiological, psychological, or behavioural reaction” (Selye, dalam Beehr, et al., 1992: 623) Berdasarkan definisi di atas, stres kerja dapat diartikan sebagai sumber atau stressor kerja yang menyebabkan reaksi individu berupa reaksi fisiologis, psikologis, dan perilaku. Seperti yang telah diungkapkan di atas, lingkungan pekerjaan berpotensi sebagai stressor kerja. Stressor kerja merupakan segala kondisi pekerjaan yang dipersepsikan karyawan sebagai suatu tuntutan dan dapat menimbulkan stres kerja.
Stres adalah suatu kondisi atau keadaan tubuh yang terganggu karena tekanan psikologis. Biasanya stres dikaitkan bukan karena penyakit fisik tetapi lebih mengenai kejiwaan. Akan tetapi karena pengaruh stres tersebut maka penyakit fisik bisa muncul akibat lemahnya dan rendahnya daya tahan tubuh pada saat tersebut.
Banyak hal yang bisa memicu stres muncul seperti rasa khawatir, perasaan kesal, kecapekan, frustasi, perasaan tertekan, kesedihan, pekerjaan yang berlebihan, Pre Menstrual Syndrome (PMS), terlalu fokus pada suatu hal, perasaan bingung, berduka cita dan juga rasa takut. Biasanya hal ini dapat diatasi dengan mengadakan konsultasi kepada psikiater atau beristirahat total.
Stress adalah reaksi tubuh terhadap situasi yang tampak berbahaya atau sulit. Stres membuat tubuh untuk memproduksi hormone adrenaline yang berfungsi untuk mempertahankan diri. Stres merupakan bagian dari kehidupan manusia. Stres yang ringan berguna dan dapat memacu seseorang untuk berpikir dan berusaha lebih berpikir dan berusaha lebih cepat dan keras sehingga dapat menjawab tantangan hidup sehari-hari. Stres ringan bisa merangsang dan memberikan rasa lebih bergairah dalam kehidupan yang biasanya membosankan dan rutin. Tetapi stress yang terlalu banyak dan berkelanjutan, bila tidak ditanggulangi, akan berbahaya bagi kesehatan.
Gejala-gejala
- Menjadi mudah tersinggung dan marah terhadap teman, keluarga dan kolega.
- Bertindak secara agresif dan defensive
- Merasa selalu lelah
- Sukar konsentrasi atau menjadi pelupa.
- Palpitasi atau jantung berdebar-debar.
- Otot-otot tegang.
- Sakit kepala, perut dan diare.
- Komplikasi
- Tekanan darah tinggi dan serangan jantung.
- Sakit mental, hysteria.
- Gangguan makan seperti hilang nafsu makan atau terlalu banyak makan.
- Tidak bisa tidur (insomnia).
- Migren/kepala pusing.
- Sakit maag.
- Serangan asma yang tambah berat.
- Ruam kulit.
Penyebab
* Kejadian hidup sehari-hari baik gembira dan sedih seperti:
- Menikah/mempunyai anak.
- Mulai tempat kerja baru/pindah rumah/emigrasi.
- Kehilangan orang yang dicintai baik karena meninggal atau cerai.
- Masalah hubungan pribadi.
* Pelajaran sekolah maupun pekerjaan yang membutuhkan jadwal waktu yang ketat, dan atau bekerja dengan atasan yang keras dan kurang pengertian.
* Tidak sehat.
* Lingkungan seperti terlalu ramai, terlalu banyak orang atau terlalu panas dalam rumah atau tempat kerja.
* Masalah keuangan seperti hutang dan pengeluaran di luar kemampuan.
* Kurang percaya diri, pemalu
* Terlalu ambisi dan bercita-cita terlalu tinggi.
* Perasaan negatif seperti rasa bersalah dan tidak tahu cara pemecahannya, frustasi.
* Tidak dapat bergaul, kurang dukungan kawan.
* Membuat keputusan masalah yang bisa merubah jalan hidupnya atau dipaksa untuk merubah nilai-nilai/prinsip hidup pribadi. Yang dapat anda lakukan
Orang stres itu ada banyak dengan berbagai macam/jenis penyebab mulai dari masalah ekonomi, masalah cinta, masalah keluarga, masalah pekerjaan, masalah tetangga, masalah selebritis, dan lain sebagainya. Orang stress biasanya mudah tersinggung, sensitif, gugup, agresif, emosi labil, sedih, emosional, dan lain sebagainya.
Berikut adalah kategori pemicu stres yang umum :
1. Stres Kepribadian (Personality Stress)
Stres kepribadian adalah stress yang dipicu oleh masalah dari dalam diri seseorang. Berhubungan dengan cara pandang pada masalah dan kepercayaan atas dirinya. Orang yang selalu menyikapi positif segala tekanan hidup akan kecil resiko terkenal stress jenis yang satu ini.
2. Stes Psikososial (Psychosocial Stress)
Stres psikososial adalah stress yang dipicu oleh hubungan relasi dengan orang lain di sekitarnya atau akibat situasi sosial lainnya. Contohnya seperti stres adaptasi lingkungan baru, masalah cinta, masalah keluarga, stres macet di jalan raya, diolok-olok, dan lain-lain.
3. Stres Bioekologi (Bio-Ecological Stress)
Stres bio-ekologi adalah stress yang dipicu oleh dua hal. Yang pertama yaitu ekologi / lingkungan seperti polusi serta cuaca dan yang kedua akibat kondisi biologis seperti akibat datang bulan, demam, asma, jerawatan, tambah tua, dan banyak lagi akibat penyakit dan kondisi tubuh lainnya.
4. Stres Pekerjaan (Job Stress)
Stres pekerjaan adalah stress yang dipicu oleh pekerjaan seseorang. Persaingan jabatan, tekanan pekerjaan, deadline, terlalu banyak kerjaan, ancaman phk, target tinggi, usaha gagal, persaingan bisnis, adalah beberapa hal umum yang dapat memicu munculnya stress akibat karir pekerjaan.
Stres sebaiknya segera ditindaklanjuti agar tidak berujung pada yang lebih parah seperti depresi dan gila. Bimbingan konseling, psikolog, dokter, teman dekat, keluarga, pasangan istri/suami, anak, dan sebagainya mungkin bisa membantu masalah yang kita miliki.

Kenali Gaya Hidup Penyebab Stres

Apa yang Anda lakukan untuk mengatasi stres? Berlibur atau belanja? Ada berbagai aktivitas lain yang pasti membantu Anda melupakan masalah yang membuat Anda depresi.
Setiap orang pasti pernah stres dan hal itu wajar. Namun tanpa pernah disadari, gaya hidup yang Anda jalani juga membuka peluang lebih besar untuk stres. Gaya hidup seperti apa yang berpotensi membuat seseorang menjadi stres?
Terlalu banyak bekerja tanpa keseimbangan
Anda mengaku seorang workaholic? Tidak masalah jika workaholic itu berjalan seimbang dengan kehidupan Anda yang lain seperti melakukan olahraga, hobi atau hal-hal di luar pekerjaan. Bekerja giat tanpa jeda sangat memungkinkan untuk membuat Anda stres. Karenanya, meskipun Anda memiliki jadwal sibuk selipkan dalam kesibukkan Anda sedikit aktivitas yang Anda sukai dan tidak perlu harus keluar kantor.

Rutinitas yang monoton
Walaupun tidak membuat Anda pusing tujuh keliling, namun jadwal kegiatan yang monoton dan rutin dapat 'mengeringkan' emosi atau suasana hati Anda. Rutinitas membuat Anda seperti dalam hidup dalam auto mode dan membuat Anda tidak bisa menikmati hari-hari Anda. Anda menjadi sensitif, merasa buntu, sehingga stres tersebut muncul. Pecahkan rutinitas kehidupan Anda agar hidup lebih dinamis. Misalnya merubah posisi meja kantor Anda.
Tidak ada Supportive Resources
Baiklah, Anda memang person in charge, tapi Anda kan tidak bekerja sendirian saja. Menampuk tanggung jawab besar sangat mungkin membuat Anda terbebani. Pemikiran seperti "Jika Anda cuti sehari, maka semua pekerjaan menjadi berantakan" justru membuat Anda stres dan depresi. Percayalah kepada rekan-rekan Anda. Jika pekerjaan Anda terlalu banyak, mengapa tidak Anda delegasikan saja tugas tersebut kepada rekan Anda?! Beban Anda akan berkurang.
Kurang dukungan sosial
Sama halnya seperti rekan kerja yang bisa meringankan beban tanggung jawab, Anda juga membutuhkan a shoulder to cry on untuk mencurahkan beban emosional Anda.
Keterasingan tanpa memiliki seseorang sebagai tempat untuk bercerita ketika Anda mengalami masalah, bisa menjadi faktor pendorong stres.



Tidak ada waktu untuk hobi
Sebagai seseorang yang sedang mengejar karier, sepertinya waktu untuk melakukan hobi seakan terasa seperti membuang waktu saja. Anda lebih memilih memanfaatkan waktu luang sebagai ajang untuk melobi kepada atasan atau merencanakan proyek di masa depan. Padahal hobi sangat baik agar Anda merasa rileks dan santai. Mereka yang tidak pernah meluangkan waktu untuk santai atau relaksasi cenderung cepat stres ketika menghadapi masalah.

Kurang tidur
Orang biasanya tidak menyadari pentingnya memenuhi kebutuhan waktu tidur. Padahal jika Anda kurang tidur, Anda menjadi tidak konsentrasi, tidak produktif dalam bekerja, dan cepat emosi ketika mengatasi masalah. Jika hal ini berlangsung secara terus menerus, bukan tidak mungkin Anda mengalami stres.

Kurang waktu luang
Bagian dari pola hidup sehat adalah memiliki waktu luang. Manfaatkan sebaik-baiknya waktu luang Anda dengan aktivits yang menyenangkan. Aktivitas tersebut dapat memberikan selingan segar dari masalah-masalah dalam hidup Anda.
Liburan bisa menjadi salah satu jawabannya. Liburan dapat membuat Anda bisa meng-eksplore diri lebih dalam dan menemukan sisi baru dari diri Anda. Bagi Anda yang belum pernah liburan, ambil cuti sekarang dan pergi berlibur!
Depresi
adalah suatu kondisi yang lebih dari suatu keadaan sedih, bila kondisi depresi seseorang sampai menyebabkan terganggunya aktivitas sosial sehari-harinya maka hal itu disebut sebagai suatu Gangguan Depresi. Beberapa gejala Gangguan Depresi adalah perasaan sedih, rasa lelah yang berlebihan setelah aktivitas rutin yang biasa, hilang minat dan semangat, malas beraktivitas, dan gangguan pola tidur. Depresi merupakan salah satu penyebab utama kejadian bunuh diri.
Penyebab suatu kondisi depresi meliputi:
• Faktor organobiologis karena ketidakseimbangan neurotransmiter di otak terutama serotonin
• Faktor psikologis karena tekanan beban psikis, dampak pembelajaran perilaku terhadap suatu situasi sosial
• Faktor sosio-lingkungan misalnya karena kehilangan pasangan hidup, kehilangan pekerjaan, paska bencana, dampak situasi kehidupan sehari-hari lainnya
Menurut Diagnostic and Statistical Manual IV - Text Revision (DSM IV-TR) (American Psychiatric Association, 2000), seseorang menderita gangguan depresi jika: A. Lima (atau lebih) gejala di bawah telah ada selama periode dua minggu dan merupakan perubahan dari keadaan biasa seseorang; sekurangnya salah satu gejala harus (1) emosi depresi atau (2) kehilangan minat atau kemampuan menikmati sesuatu.
1. Keadaan emosi depresi/tertekan sebagian besar waktu dalam satu hari, hampir setiap hari, yang ditandai oleh laporan subjektif (misal: rasa sedih atau hampa) atau pengamatan orang lain (misal: terlihat seperti ingin menangis).
2. Kehilangan minat atau rasa nikmat terhadap semua, atau hampir semua kegiatan sebagian besar waktu dalam satu hari, hampir setiap hari (ditandai oleh laporan subjektif atau pengamatan orang lain)
3. Hilangnya berat badan yang signifikan saat tidak melakukan diet atau bertambahnya berat badan secara signifikan (misal: perubahan berat badan lebih dari 5% berat badan sebelumnya dalam satu bulan)
4. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari
5. Kegelisahan atau kelambatan psikomotor hampir setiap hari (dapat diamati oleh orang lain, bukan hanya perasaan subjektif akan kegelisahan atau merasa lambat)
6. Perasaan lelah atau kehilangan kekuatan hampir setiap hari
7. Perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang berlebihan atau tidak wajar (bisa merupakan delusi) hampir setiap hari
8. Berkurangnya kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi, atau sulit membuat keputusan, hampir setiap hari (ditandai oleh laporan subjektif atau pengamatan orang lain)
9. Berulang-kali muncul pikiran akan kematian (bukan hanya takut mati), berulang-kali muncul pikiran untuk bunuh diri tanpa rencana yang jelas, atau usaha bunuh diri atau rencana yang spesifik untuk mengakhiri nyawa sendiri
Gejala-gejala tersebut juga harus menyebabkan gangguan jiwa yang cukup besar dan signifikan sehingga menyebabkan gangguan nyata dalam kehidupan sosial, pekerjaan atau area penting dalam kehidupan seseorang.
Cara menanggulangi depresi berbeda-beda sesuai dengan keadaan pasien, namun biasanya merupakan gabungan dari farmakoterapi dan psikoterapi atau konseling. Dukungan dari orang-orang terdekat serta dukungan spiritual juga sangat membantu dalam penyembuhan.
Depresi kerap disamakan dengan kesedihan yang biasa terjadi dalam kehidupan
sehari-hari, tidak dianggap penyakit, apalagi gangguan jiwa. Bahkan, di
lingkungan budaya tertentu, Depresi dianggap sebagai kelemahan kepribadian atau
karakter.
Kuatnya pengaruh budaya dan kepercayaan mendorong masyarakat mencari
pertolongan atas depresi yang diderita lewat paranormal atau pengobatan
tradisional. Karena ketidaktahuan masyarakat itulah, muncul sejumlah mitos dan
konsepsi keliru mengenai depresi. Beberapa mitos menyebut: depresi dapat di
atasi sendiri, depresi dianggap lemah pikiran dan mental, atau pasien depresi
dianggap melakukan suatu dosa.
Semua itu tentu tidak benar. Yang pasti, depresi siapapun penderitanya dapat
memengaruhi suasana hati, kondisi fisik, dan pikiran Anda. Perasaan itu bisa
sedemikian kuat sehingga kehidupan Anda sehari-hari terganggu. Depresi juga
bisa membuat Anda merasa bersalah dan merasa tidak berguna meski Anda telah
melakukan apa saja yang menurut Anda terbaik. Gara-gara depresi, Anda pun
mungkin tidak berminat terhadap hal-hal yang sebelumnya Anda sukai. Karena
depresi pula, energi Anda terkuras sehingga tubuh merasa letih dan lelah. Dan
yang paling parah, depresi juga bisa menggiring seseorang melakukan bunuh diri.
Semua gejala depresi itu muncul akibat ketidakseimbangan neurotransmitter
(zat penghantar dalam sistem syaraf) seperti serotonin, (neurotransmitter yang
mengatur perasaan), norepinefrin (neurotransmitter yang mengatur energi
interest), dan dopamine (neotransmitter yang mengatur minat) di berbagai bagian
otak kita.
Depresi tidak mengenal batas usia, jenis kelamin, kedudukan, suku, maupun
ras. Sementara faktor-faktor yang bisa menjadi penyebab depresi adalah genetik
(keturunan), biologis, kepribadian, dan psikosial. Sebuah studi menunjukkan,
anak kandung dari orangtua yang menderita depresi berisiko lebih tinggi
mengalami depresi walaupun diasuh oleh orangtua angkat yang tidak depresi.
Depresi merupakan gangguan mental yang paling banyak menimbulkan beban
distabilitas. Depresi dapat meningkatkan morbiditas (kesakitan), mortalitas
(kematian), risiko bunuh diri, serta berdampak pada penurunan kualitas hidup
pasien dan seluruh keluarga. Sayangnya, sampai saat ini depresi masih belum
dapat dipahami secara baik oleh masyarakat.
Padahal, berbagai penelitian menunjukkan, pasien dengan gangguan depresi
merasakan adanya keluhan fisik dan gangguan mental. Mengutip hasil studi
mengenai hubungan depresi dan gejala somatik yang dilakukan Simon GE pada 1999,
dikatakan, sebanyak 69 persen pasien dengan gangguan depresi mengemukakan
keluhan fisik.
Keluhan fisik dan gangguan mental bisa datang pada saat bersamaan. Keadaan
ini akan memperburuk prognosis. ''''Mereka yang mengalami penyakit fisik berisiko
mengalami gangguan mental 3,5 kali lebih besar daripada mereka yang sehat,''''
Makin berat penyakit fisik makin besar pula kemungkinan untuk mengalami
gangguan mental. Penyakit fisik yang paling sering menjadi pencetus gangguan
mental adalah penyakit neurologik, jantung, paru-paru kronis, kanker, cacat
fisik, dan arthritis (radang sendi). Sedangkan gangguan mental yang paling
sering terjadi adalah kecemasan dan depresi.



Terapi
Penderita depresi perlu melakukan terapi secara tepat. Hal ini untuk
menghindari konsekuensi bila tidak mencapai kesembuhan. Konsekuensi yang
dimaksud yaitu: kendala psikososial berkepanjangan, memperburuk prognosis,
menambah beban pelayanan medis, meningkatnya risiko bunuh diri dan
penyalahgunaan zat, serta meningkatnya risiko kekambuhan.
Adapun tujuan terapi depresi adalah meningkatkan kualitas hidup, mengurangi
atau menghilangkan gejala, mengembalikan peran dan fungsi, mengurangi risiko
kekambuhan, serta mengurangi risiko kecacatan atau kematian. Namun, ada faktor
yang memengaruhi hasil terapi, yakni pasien, masyarakat, dokter, dan obat.
Pada pasien biasanya berupa ketidakpatuhan karena berbagai sebh
satunya tidak peduli. Pada masyarakat atau lingkungan adalah karena mitos,
kepercayaan, dan stigma. Dokter juga bisa memberi pengaruh yang tidak baik pada
hasil terapi, misalnya jika dokter kurang mengenali gejala depresi. Sedangkan
pada obat, biasanya menyangkut efektivitas, efek samping, kemudahan, dan harga.
Khusus mengenai obat, penderita depresi sebaiknya menggunakan obat
antidepresan serotonin nor epinefrin reuptake inhibitor (SNRI). Mengapa
SNRI? Sebab, obat ini mampu bekerja ganda yakni menghambat reuptake
serotonin dan nor epinephrine. Penelitian oleh Wyeth Pharmaceutical
menunjukkan, golongan obat SNRI dapat mempertahankan keseimbangan sejumlah zat
kimia dalam otak yakni serotonin dan norepinefrin, sehingga mencegah kekambuhan
dan dan berulangnya depresi. Obat ini juga bekerja dengan cepat. Dengan dosis
sekali sehari, efeknya telah dapat dirasakan oleh pasien setelah empat hari
penggunaan. bur
Jangan Berdiam Diri
Banyak hal bisa membuat seseorang merasa cemas, stres, dan akhirnya jatuh ke
jurang depresi. Jika suatu kali Anda pun merasakan gejala-gejala depresi,
jangan berdiam diri. Segeralah bertindak untuk menolong diri Anda sendiri.
Bagaimana caranya? Langkah-langkah berikut mudah-mudahan bisa membantu Anda.
* Bersikaplah realistis, jangan terlalu idealis.
* Kalau Anda punya tugas atau pekerjaan yang menggunung, bagilah tugas-tugas
itu dan buat prioritas. Lakukan tugas yang memang bisa Anda kerjakan.
* Jika punya masalah, jangan pendam sendiri. Cobalah ''curhat'' pada orang yang
Anda percayai. Biasanya, hal ini akan membuat perasaan lebih nyaman dan ringan.
* Cobalah ambil bagian dalam kegiatan-kegiatan yang bisa membuat hati Anda
senang, semisal berolahraga, nonton film, atau ikut dalam aktivitas sosial.
* Berusahalah untuk selalu berpikir positif.
* Jangan ragu dan malu untuk meminta bantuan pada keluarga atau teman-teman.
Depresi, Pintu Masuk Berbagai Penyakit
DEPRESI merupakan gangguan mental yang sering terjadi di tengah masyarakat. Berawal dari stres yang tidak diatasi, maka seseorang bisa jatuh ke fase depresi. Penyakit ini kerap diabaikan karena dianggap bisa hilang sendiri tanpa pengobatan.
Padahal, depresi yang tidak diterapi dengan baik bisa berakhir dengan bunuh diri. Secara global lima puluh persen dari penderita depresi berpikiran untuk bunuh diri, tetapi yang akhirnya mengakhiri hidupnya ada lima belas persen. Selain itu, depresi yang berat juga menimbulkan munculnya berbagai penyakit fisik, seperti gangguan pencernaan (gastritis), asma, gangguan pada pembuluh darah (kardiovaskular), serta menurunkan produktivitas. Sejak depresi sering didiagnosis, WHO memperkirakan depresi akan menjadi penyebab utama masalah penyakit dunia pada tahun 2020. Wartawan Pembaruan Nancy Nainggolan menuliskan laporan mengenai depresi.
ORGANISASI Kesehatan Dunia (WHO) mencatat depresi adalah gangguan mental yang umum terjadi di antara populasi. Diperkirakan 121 juta manusia di muka bumi ini menderita depresi. Dari jumlah itu 5,8 persen laki-laki dan 9,5 persen perempuan, dan hanya sekitar 30 persen penderita depresi yang benar-benar mendapatkan pengobatan yang cukup, sekalipun telah tersedia teknologi pengobatan depresi yang efektif. Ironisnya, mereka yang menderita depresi berada dalam usia produktif, yakni cenderung terjadi pada usia kurang dari 45 tahun. Tidaklah mengherankan, bila diperkirakan 60 persen dari seluruh kejadian bunuh diri terkait dengan depresi (termasuk skizofrenia).
Bisa Disembuhkan
Depresi, kata Ketua Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) dr Irmansyah SpKJ, bisa disembuhkan sehingga semestinya tindakan bunuh diri bisa dicegah. Banyak faktor yang menyebabkan seseorang jatuh dalam depresi. Beragam faktor itu ada yang berasal dari dalam diri sendiri (endogen), seperti hormon, bahan kimia otak yang dikenal dengan neurotransmiter, genetik, dan faktor lingkungan (tekanan kehidupan). Faktor-faktor itu bisa terjadi bersamaan, tetapi bisa juga sendiri-sendiri.
Pada depresi, tekanan kehidupan atau stres ibarat patogen (kuman penyebab penyakit) pada penyakit fisik. Dengan kondisi Indonesia seperti saat ini yang diwarnai berbagai bencana alam, harga kebutuhan naik, dan sulit memperoleh pekerjaan, boleh jadi menambah tekanan bagi masyarakat, sekalipun tidak ada data pasti tentang itu karena memang tidak ada penelitiannya. "Hanya saja dipercaya, seperti pada keadaan penyakit fisik, misalnya demam berdarah, bila kondisi membuat virus meningkat, maka kasunya pun meningkat. Siklus depresi antara lain karena masalah tekanan kehidupan. Jika tekanan hidup meningkat maka insiden depresi pun meningkat. Pada depresi, tekanan itulah yang berperan sebagai kuman atau virus," ucap Irmansyah.
Tetapi ada juga depresi yang datang dengan sendirinya (depresi endogen). Depresi semacam ini disebabkan faktor biologi, seperti hormon dan neurotransmiter. Seperti diketahui otak merupakan pusat perasaan, emosi, dan pikiran. Bila ada gangguan neurotransmiter otak bisa menyebabkan seseorang kehilangan mood sehingga timbul depresi.
Dari sisi genetik, orang yang mempunyai bakat depresi akan lebih gampang menderita depresi bila ada stimulus. Jika faktor lingkungan muncul, misalnya, stres, kehilangan orang yang disayangi, penyalahgunaan obat, penyakit fisik (kronis), kehilangan pekerjaan, dan latar belakang sosial yang buruk, maka depresi lebih mudah muncul pada orang yang memiliki bakat depresi.
Menurut Irmansyah, risiko seseorang menderita depresi semakin besar bila kedua orangtuanya menderita depresi, dibandingkan bila orangtua tidak menderita depresi. Survei pada orang yang mengalami depresi memperlihatkan bahwa anak-anak yang berasal dari orangtua yang menderita depresi sangat berisiko tinggi menderita depresi. Besarnya risiko berkisar 50 persen sampai 75 persen. Oleh karena itu, deteksi dini pada anak sangat diperlukan.
"Daya tahan atau kerentanan seseorang yang tidak cukup terlatih mengelola perasaan akan membuat seseorang lebih mudah mengalami depresi. Seseorang dengan daya tahan tinggi kurang memiliki risiko untuk menderita depresi. Yang pasti tekanan itu berbeda di setiap tempat. Di lokasi bencana, seperti beberapa tempat di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), masyarakat di sana mengalami pengalaman traumatis sehingga lebih berisiko menderita depresi dibanding di perkotaan, seperti Jakarta, yang tekanan kehidupannya relatif tetap.
Daya Tahan Tubuh
Dijelaskan, semua kelompok usia rentan depresi. Pada anak-anak, depresi itu berwujud dalam perubahan sikap. Misalnya, gangguan perilaku, mudah marah, emosional, kesulitan bergaul dengan teman, gangguan dalam pelajaran, dan menolak makan.
Dari sisi jenis kelamin, perempuan lebih banyak menderita depresi dibanding laki-laki. Hal ini antara lain disebabkan fluktuasi hormon yang lebih nyata pada perempuan. Bila mengalami tekanan, umumnya laki-laki lebih banyak memiliki upaya sendiri untuk mengatasi tekanan itu, seperti beraktivitas di luar, mengonsumsi minuman beralkohol. Sedangkan perempuan yang depresi cenderung lebih banyak berdiam di rumah.
Depresi juga bisa dipicu oleh pemakaian obat-obatan, seperti streoid, obat yang mengandung hormon, dan juga bisa disebabkan penyalahgunaan obat-obatan.
Irmansyah menjelaskan, cukup mudah mengenali seseorang menderita depresi. Penyakit ini bisa tampak dari gejala gangguan mood berupa rasa kehilangan, rasa gagal, rasa tidak berguna, tidak mempunyai harapan, putus asa, penyesalan, serta tidak semangat bekerja. Selain itu, depresi membuat daya tahan tubuh menurun. Akibatnya, berbagai jenis penyakit pun muncul. Penyakit fisik yang sering dialami penderita depresi adalah gangguan pencernaan, gangguan pembuluh darah, asma, dan konstipasi (sembelit). Oleh karena itu, penderita depresi kerap mengalami keluhan fisik, seperti rasa mual dan malas makan. "Kalau sudah komplikasi maka penyakit yang menyertai depresi juga harus diatasi, demikian juga dengan depresinya. Selain dari gejala, untuk memastikan diagnosis dan terapi, penderita depresi perlu memeriksakan diri ke psikiater," katanya.
Dikatakan, tidak semua depresi harus diobati karena ada depresi yang sembuh tanpa diterapi. Artinya, depresi hilang seiring dengan perjalanan waktu. Ini terjadi bila depresi masih dalam batas wajar. Tetapi ada juga depresi yang tidak bisa sembuh sendiri. Bahkan, memerlukan waktu bertahun-tahun untuk proses penyembuhan.
Terapi depresi terdiri dari konseling, psikoterapi dan terapi farmakologi (dengan pemakain obat antidepresan), dukungan kelompok, serta terapi kognitif. Terkadang, para penderita depresi memerlukan rawat inap di rumah sakit. Rawat inap dilakukan pada pasien yang kurang mendapat dukungan dari lingkungan, sekalipun derajat depresi yang dialaminya tergolong ringan.
Selain itu, kepatuhan menggunakan obat antidepresan juga menjadi pertimbangan seorang penderita depresi menjalani rawat inap di rumah sakit. Jadi, rawat inap tidak hanya berlaku pada penderita depresi berat. Sama dengan penyakit lain, depresi juga bisa kambuh. Agar tidak mengalami depresi, Irmansyah menyarankan setiap orang memperkuat daya tahan mental, melatih diri agar bisa fleksibel, memiliki fisik yang sehat, serta mendalami ajaran agama yang berperan menimbulkan rasa damai.











Referensi
http://one.indoskripsi.com/node/7062
http://id.wikipedia.org/wiki/Stres
http://abinyailham.wordpress.com/2007/06/14/gejala-penyebab-stress/
http://organisasi.org/jenis-macam-kategori-pemicu-stress-penyebab-stres-psikologis-manusia
http://www.conectique.com/tips_solution/stress_release/article.php?article_id=5495
http://id.wikipedia.org/wiki/Depresi
http://id.shvoong.com/medicine-and-health/neurology/1670144-tanggulangi-depresi-secara-tepat/
http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid1139453796,4644,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar