REAKSI ALERGI
Istilah alergi, pada tahun 1906, untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh VON PIRQUET, untuk menggambarkan setiap perubahan respon terhadap suatu substansi tertentu yang diberikan untuk kedua-kalinya. Peningkatan ketahanantubuh,yang disebut imunitas dan peningkatan kepekaan yang disebut hipersensitivitas, pada waktu itu dipandang sebagai dua bentuk alergi yang saling bertolak belakang.Dewasa ini pemakaian istilah alergi, baik dikalangan kedokteran maupun masyarakat luas, telah berubah. Istilah alergis ekarang diartikan sama dengan istilah hipersensitivitas -saja.Pada prinsipnya alergi adalah suatu keadaan yang disebabkanoleh suatu reaksi imunologik yang spesifik; suatukeadaan yang ditimbulkan oleh alergen atau antigen, sehingga terjadi gejala -gejala patologik. Secara garis besar, maka reaksi alergi dapat dibagi atas dua golongan, yaitu reaksi tipe cepat('immediate type') dan tipe lambat ('delayed type ' ). Yangpertama adalah 'humoral-mediated' sedangkan yang kedua,' cell-mediated' Secara singkat, maka perbedaan antara keduamacam reaksi alergi ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini.Dewasa ini, umumnya para sarjana di seluruh dunialebih banyak mempergunakan cara klasifikasi reaksi alergi menurut COOMBS dan GELL, oleh karena dirasakan lebih tepat.
Mereka membagi reaksi alergi menjadi empat tipe, yaitu:
1. Reaksi Tipe I atau Reaksi Tipe Anafilaktik
2. Reaksi Tipe II atau Reaksi Tipe Sitotoksik
3. Reaksi Tipe III atau Reaksi Tipe Kompleks-Toksik
4. Reaksi Tipe IV atau Reaksi Tipe Seluler
Tipe I hingga III, semuanya termasuk alergi atau hipersensitivitas tipe cepat, sedangkan tipe IV termasuk tipe lambat.
Reaksi Tipe I atau Reaksi Tipe Anafilaktik
Reaksi ini terjadi pada waktu alergen atau antigen bereaksi dengan zat anti yang spesifik, yang dikenal dengan nama reagin. Berdasarkan penyelidikan ISHIZAKA dan ISHIZAKA, ternyata bahwa aktivitas reagin itu bukan dibawakan oleh IgG, IgA, IgM maupun IgD, melainkan oleh satu kelas imunoglobulin yang disebut IgE. Imunoglobulin ini mempunyai suatu keistimewaan, yaitu dapat melekat pada sel basofil dan/atau mastosit ('mast cell'); oleh karena itu IgE disebut juga sebagai zat anti homositotropik. Dengan timbulnya reaksi antara antigen dengan zat anti itu, maka terjadilah proses degranulasi di dalam sel tersebut, yang diikuti dengan keluarnya zat farmakologik aktip, yaitu:
1. histamin,
2. zat bereaksi lambat ('slow-reacting substance'),
3. serotonin dan bradikinin.
Zat-zat ini pada umumnya menyebabkan kontraksi otot polos, vasodilatasi dan meningginya permeabilitas pembuluh darah kapiler. Akibat reaksi alergi ini, maka secara klinik ditemukan penyakit-penyakit seperti : asma bronkial, demam rumput kering (Hay-fever), rinitisalergika dll.
Reaksi Tipe II atau Reaksi Tipe Sitotoksik
Alergi tipe II ini disebabkan oleh karena timbulnya reaksi antara zat anti dengan antigen spesifik yang merupakan bagian daripada sel jaringan tubuh atau dengan suatu hapten yang telah berintegrasi dengan sel tersebut. Aktivitas zat anti ini dibawakan oleh kelas IgG dan/atau IgM, yang mempunyai sifat biologik tertentu, yaitu dapat mengikat system komplemen. Setelah terjadi reaksi antara antigen dengan zat antinya, maka aktivasi sistem komplemen dapat dimulai, sehingga timbul pelekatan imun ( 'immune adherence'), - proses opsonisasi dan akhirnya perusakan permukaan sel jaringan tubuh. Secara klinik, reaksi ini sering ditemukan pada transfuse darah yang tidak sesuai, faktor rhesus yang tidak sesuai, penyakit trombositopenik purpura, poststreptokokal glomerulonefritis akuta dll.
Reaksi Tipe III atau Reaksi Tipe Kompleks Toksik
Reaksi ini disebabkan pula oleh kelas IgG dan/atau IgM, akan tetapi aktivitas zat anti yang dibawanya bukan terhadap antigen sel jaringan tubuh, melainkan terhadap antigen yang datang dari luar tubuh. Istilah lain untuk tipe III ini, ialah hipersensitivitas kompleks-imun ('immune-complex hypersensitivity'). Pada reaksi ini terjadi suatu kompleks terdiri dari kumpulan antigen dengan zat antinya – yang timbul akibat masuknya antigen asing ke dalam tubuh untuk ke dua kalinya dan bereaksi dengan zat anti spesifiknya. Seperti pada tipe II, maka IgG atau IgM pada tipe III ini dapat pula mengaktipkan sistem komplemen, hanya bedanya proses ini baru terjadi setelah kompleks antigen-zat anti itu dipresipitasikan. Akibat proses ini, maka akan timbul efek kemotaksis terhadap sel-sel polimorfonuklear, peningkatan daya fagositosis dan pelepasan zat anafilatoksin, yang secara tidak langsung akan meningkatkan permeabilitas - dinding pembuluh darah. Secara klinik, maka reaksi ini akan menyebabkan reaksi Arthus, 'serum sickness', 'immune complex diseases' dll.
Reaksi Alergi Tipe Cepat dan Lambat
CEPAT LAMBAT
K 1 i n i k shock anafilaktik, alergi terhadap debu rumah, asma bronkial, serum sickness dll. hipersensitivitas tuberkulin, alergi terhadap jamur, parasit, bakteri dll.
W a k t u
reaksi alergi timbul dengan cepat, yaitu beberapa menit hingga beberapa jam setelah
berkontak dengan alergen atau antigen
lalu menghilang dengan cepat pula. reaksi alergi timbul secara lambat, yaitu beberapa jam hingga beberapa hari setelah
berkontak dengan alergen atau antigen, lalu
menghilang dengan lambat pula.
H i s t o 1 o g i reaksi patologik yang terutama terdiri daridilatasi pembuluh kapiler dan arterioler
dengan eritema dan edema yang jelas dengan
sedikit serbukan sel radang. reaksi patologik yang terutama terdiri dariperadangan dengan disertai banyak serbukan
sel radang - sel polimorfonuklear, limfosit
dan makrofag, serta adanya indurasi
jaringan.
P e m i n d a h a n reaksi alergi ini berhubungan erat dengan zat anti didalam sirkulasi darah, dan dapat
dipindahkan secara pasip dengan mempergunakan
serum. reaksi alergi ini tidak berhubungan dengan zat anti dan tidak dapat dipindahkan secara
pasip dengan mempergunakan serum, melainkan
dengan sel limfosit sensitip atau
ekstraknya.
Reaksi Tipe IV atau Reaksi Tipe Seluler
Reaksi ini bukan disebabkan oleh karena adanya zat anti seperti pada ke tiga tipe alergi yang telah diutarakan tadi. Sesuai dengan istilahnya, maka yang memegang peranan pada reaksi alergi tipe seluler ini ialah sistem imunologi sel, yaitu sel limfosit yang telah peka secara spesifik. Bila sel ini berkontak dengan suatu antigen untuk kedua kalinya, akan timbul proses deferensiasi sel sehingga sel limfosit tersebut sanggup menghasilkan dan melepaskan zat yang disebut limfokin ('lymphokine' ). Zat ini mempunyai berbagai aktivitas biologik, diantaranya dapat menarik sel-sel makrofag polimornuklear dan limfosit kearah lokasi rangsangan. Oleh karena timbulnya reaksi ini agak lambat, yaitu sekitar 24 hingga 48 jam, maka secara klinik dikenal sebagai hipersensitivitas jenis lambat. Keadaan ini sering dijumpai pada reaksi tuberkulin, alergi terhadap beberapa macam bakteri, jamur dan virus, reaksi terhadap jaringan yang ditransplantasikan dan lain-lain.
KEPUSTAKAAN
1. COOMBS R R A, and GELL P G H : Classification of allcrgic reactions responsible for clinical hypersensitivity. ln: Clinical Aspects of Immunology, 2 nd ed, edits. GELL P G H, and COOMBS R R A Blackwell Scientific Publications, 1968, p.575.
2. ISHIZAKA K, and ISHIZAKA T : ldentification of y E anti - bodies as a carrier of reaginic activities. J.lmmunol99: 1187, 1967.
3. LAKIN J D : Classification of hypersensitivity reactions. ln: Allergic Diseases, edit. Pattcrson R, J B Lippincott Company, 1972, p.L
4. ROITT 1 M : Essensial Immunology. Blackwell Scientific Publications, 1971, p. 105.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar